we are people of Bali love peace for all kinds: November 2011

Sunday, November 27, 2011

Pesan Suci dari Tuhan melalui AIR

Dr. Masaru Emoto lahir di Yokohama, Jepang, Emoto lulus dari Yokohama Municipal University dengan program dalam Hubungan Internasional. "Pada tahun 1986, ia mendirikan IHM Corporation di Tokyo dan saat ini kepala IHM General Research Institute, Inc, Presiden IHM, Inc, dan wakil kepala IHM yang HADO Fellowship". Tahun 1992 ia menerima sertifikasi sebagai seorang Dokter Pengobatan Alternatif dari Dewan India Obat Alternatif di India, sebuah lembaga yang terakreditasi. "Selanjutnya, dia diperkenalkan dengan konsep mikro-cluster air dan Resonansi magnetik di teknologi Analisis Amerika Serikat, yang memulai pencarian untuk menemukan misteri air ". Jadi setelah banyak trial and error, Dr Emoto mengembangkan proses di mana ia akan membekukan tetes air dan mengambil foto-foto kristal air yang terbentuk individu. Ia menemukan bahwa teorinya benar: kepingan salju seperti, setiap kristal air adalah unik. Tapi dia belajar banyak lebih dari itu. Dr Emoto menemukan bahwa Anda bisa tahu banyak tentang sifat air dengan memotret dengan cara ini, dan yang lebih penting, bahwa, sebagai manusia, kita dapat mengubah sifat air dalam banyak cara. Air benar-benar tidak memiliki pesan yang kuat bagi kami.

Read more...

Saturday, November 26, 2011

Pohon adalah Penjelmaan Dewata

Om Swastiastu, ini adalah ulasan kedua saya dari tulisan I Nym Miarta P tentang mitos-mitos tanaman upakara yang digunakan oleh orang Bali. Kali ini tulisan Pak Nyoman menyoroti tentang apa pandangan orang Hindu Bali sendiri terhadap Pohon-Pohon yang diberikan sesaji itu.

Jika bagi bukan orang Hindu Bali, menyembah Pohon tentu saja menimbulkan pandangan miring tentang adanya praktek penyembahan berhala di Bali. Tapi konsep pikir dari orang Hindu Bali ini perlu diketahui oleh masyarakat luas agar bisa lebih dipahami untuk kebaikan bersama. Orang Hindu Bali mempunyai konsep bahwa apa yang disembah di depan sebuah pohon bukanlah penyembahan terhadap pohon tapi sebagai bentuk rasa bhakti dari orang Hindu Bali terhadap dewa-dewa dan Ida Sang Hyang Widi Wasa. Konsep bahwa pohon adalah penjelmaan dari Tuhan membuat orang Hindu Bali tatkala berhadapan dengan sebuah Pohon yang akan disembahnya adalah sama dengan berhadapan dengan Tuhan dalam perwujudan pohon.

Read more...

Pohon Keramat (Tenget)

Tulisan berikut adalah ulasan dari tulisan I Nym Miarta P tentang mitos-mitos tanaman upakara yang digunakan oleh orang Bali yang beragama Hindu. Tulisan-tulisan dari bapak Nyoman ini sangat bagus dan menarik sekali sehingga membuat saya tertarik untuk meng-quote dan mengulas, serta menuliskan  kembali apa konsep apa yang coba ingin diutarakan. Konsep pemikiran yang dituangkan di sini sangat cocok dengan apa yang juga saya coba sampaikan di blog http://peopleofbali.blogspot.com ini yaitu agar orang Bali memeluk agama Hindu dengan cara yang lebih smart dan masuk akal sehingga lebih menguatkan iman Ketuhanan pada Ida Sang Hyang Widi Wasa.

Pohon Keramat (Tenget)
Tenget adalah penyebutan angker di Bali. Saya tidak berani bilang jika tenget adalah bahasa Bali tapi karena referensi yang saya dapatkan masih belum cukup kuat untuk menyimpulkan tenget adalah bahasa Bali. Yang jelas, tenget adalah sebutan angker di Bali. Jadi jika ada sebuah tempat yang angker misalkan pohon yang lebat, besar dan jauh dari keramaian sering kali disebutkan sebagai pohon tenget.

Pohon-pohon yang tumbuh liar di pinggiran sungai besar atau kuburan biasanya termasuk dalam kategori tenget. Lokasi jauh dari keramaian dan pernah terjadi sebuah peristiwa yang mengesankan secara sprituil juga sering kali disebut sebagai tenget.

Read more...

Tuesday, November 22, 2011

Hari Raya Pagerwesi

Kata "pagerwesi" artinya pagar dari besi. Ini me-lambangkan suatu perlindungan yang kuat. Segala sesuatu yang dipagari berarti sesuatu yang bernilai tinggi agar jangan mendapat gangguan atau dirusak. Hari Raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam bahasa Bali disebut magehang awak. Nama Tuhan yang dipuja pada hari raya ini adalah Sanghyang Pramesti Guru.

Sanghyang Paramesti Guru adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk melebur segala hal yang buruk. Dalam kedudukannya sebagai Sanghyang Pramesti Guru, beliau menjadi gurunya alam semesta terutama manusia. Hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, sehingga tanpa arah dan segala tindakan jadi ngawur.

Read more...

Saturday, November 19, 2011

Perjalanan sprituil menuju puncak Pura Luhur Lempuyang

Tirtayatra ke Pura Luhur Lempuyang Slideshow: I’s trip from Surabaya, Jawa, Indonesia to Denpasar was created by TripAdvisor. See another Denpasar slideshow. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

Read more...

Friday, November 18, 2011

Hari Raya Saraswati

Hari Raya Saraswati bagi umat Hindu di Indonesia dirayakan setiap 210 hari sekali menurut kalender Jawa Bali, yakni pada setiap Saniscara Umanis Watugunung.

Arti Kata Sarasvati

Kata Sarasvati dalam bahasa Sanskerta dari urat kata Sr yang artinya mengalir. Sarasvati berarti aliran air yang melimpah menuju danau atau kolam.

Sarasvati dalam Veda

Di dalam RgVeda, Sarasvati dipuji dan dipuja lebih dari delapan puluh re atau mantra pujaan. Ia juga sering dihubungkan dengan pemujaan terhadap deva Visvedevah disamping juga dipuja bersamaan dengan Sarasvati.

Read more...

Monday, November 14, 2011

Susila

Sang Suyasa:
Gurunda, hamba sering mendengar kata-kata Tat Twam Asi. Apakah yang dimaksudkan?

Rsi Dharmakerti:
Tat Twam Asi adalah kata-kata dalam filsafat Hindu yang mengajarkan kesosialan yang tanpa batas karena diketahui bahwa “ia adalah kamu”, saya adalah kamu dan segala mahluk adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial ini juga diresapi oleh sinar-sinar tuntungan kesucian Tuhan dan tidak oleh jiwa kebendaan.

Tat artinya Itu (Ia), Twam artinya Kamu dan Asi artinya Adalah. Disamping merupakan jiwa kesosialan, filsafat hidup Tat Twam Asi ini merupakan juga dasar dari susila Hindu.

Susila adalah tingkah laku yang baik dan mulia yang selaras dengan ketentuan-ketentuan Dharma dan Yadnya.

Yang Guru maksudkan dengan Dharma dalam susila ini ialah perhubungan yang selaras dan rukun antara sesama manusia dengan semesta alam. Hubungan yang harmonis yang berlandaskan yadnya yaitu kurban suci yang berlandaskan keikhlasan dan kasih sayang.

Anakku, di dalam Pustaka Suci Weda disebutkan bahwa dunia ini diciptakan Sang Hyang Widhi dan dipelihara dengan pengorbanan suci. Berarti Sang Hyang Widhi berdasar cinta kasihnya mengorbankan diriNya untuk menciptakan alam semesta ini. Sang Hyang Widhi tidak tinggal di luar tetapi berada di dalam alam semesta itu sendiri. Dalam hal ini

Sang Hyang Widhi disebut Sang Hyang Jagatkarana atau Sang Hyang Jagatnatha. Dan sesudah Sang Hyang widhi menciptakan alam berdasar Yadnya ini barulah beliau menyampaikan Weda dengan perantaraan wahyu yang didengar oleh Bhagawan Wyasa. Yadnya pada dasarnya pemberian dengan tulus ikhlas.

Dalam Bhagawad Gita, Sri Kresna menceritakan bagaimana Prajapati setelah menciptakan mahluk ini dengan Yadnya mencapai tujuannya yang dapat memberikan kebahagiaan (kamadhug). Yadnya juga dapat membantu hubungan antara manusia dengan Sang Hyang Widhi dengan Dewa-Dewa dan Pitara-Pitara untuk saling membahagiakan. Dalam Bhagawad Gita dikatakan bahwa mendahulukan untuk kepentingan Yadnya dan barulah kemudian menikmati sisanya (Yadnya sesa) adalah jalan untuk memperoleh waranugraha dari Sang Hyang Widhi.

Berdosalah ia yang makan sendiri tanpa menghiraukan keperluan Yadnya.

Read more...

Bab 02 : Dimulailah Ajaran Bhagavad Gita

Berkatalah Sanjaya :
1. Sang Kreshna pun penuh dengan perasaan iba bersabda kepada Arjuna yang sedang dalam keadaan gundah, dan kedua matanya penuh dengan linangan air mata dan merasa dirinya tanpa semangat dan harapan lagi.

Berkatalah Sang Kreshna Yang Maha Pengasih :
2. Dari manakah timbulnya depresi batinmu ini, pada saat-saat yang penuh dengan krisis seperti ini? Menolak berperang adalah tidak pantas untuk seorang Aryan. Penolakan ini akan menutup pintu masuk ke sorga. Penolakan ini adalah puncak dari kehinaan, oh Arjuna!

3. Janganlah bertindak sebagai seorang pengecut, oh Arjuna! Tiada laba yang akan kau petik dari kelakuanmu ini. Buanglah jauh-jauh kelemahan hatimu. Bangkitlah, wahai Arjuna!

Berkatalah Arjuna :
4. Bagaimana mungkin, wahai Kreshna, daku menyerang Bhisma dan Drona dengan panah-panahku dalam perang ini? Bukankah mereka sebenarnya layak untuk dijunjung tinggi, oh Kreshna?

5. Lebih baik hidup sebagai pengemis di dunia ini, daripada membantai para guru yang agung ini. Dengan membunuh mereka, yang kudapatkan hanyalah kepuasan yang bergelimang darah!

6. Juga kami tak tahu manakah yang lebih baik - kami mengalahkan mereka atau mereka mengalahkan kami. Dengan membunuh putra-putra Dhristarashtra, yang berdiri sebagai lawan, berarti juga menghilangkan sendi-sendi kehidupan (keluarga besar mereka).

7. Seluruh svabhavaku (jiwa-ragaku), serasa sedang dirundung rasa lemas dan rasa iba, dan hatiku bimbang untuk melaksanakan kewajibanku ini. Maka kumohon kepadaMu. Ajarilah daku, sesuatu yang pasti, yang manakah yang lebih baik. Daku adalah muridMu.* Daku berlindung di dalam diriMu. Ajarilah daku.**

Arjuna terombang-ambing di antara kesedihannya dan rasa tanggung jawabnya dalam menunaikan kewajibannya sebagai seorang kshatrya. Dan puncak dari keragu-raguannya ini adalah berpasrah diri kepada Sang Kreshna agar ditunjukkan jalan yang benar dan pasti.
Aku adalah muridmu dan aku sedang mencari penerangan': inilah kira-kira yang dimaksud oleh Arjuna. Dalam hidup ini ada tiga tahap untuk seorang jignasu (seseorang yang mencari): pertama-tama ia akan masuk dalam tahap "mencari," kedua ia akan menjadi seorang murid, seorang yang ingin sekali belajar sesuatu dan pada tahap ketiga ia menjadi seorang "anak" dari sang Guru untuk kemudian dituntun. Selanjutnya sang jignasu akan masuk kedalam suatu tahap yang "tenang" dan tidak lagi dalam keadaan "depresi."

**  'Ajarilah daku' dalam bahasa Sansekertanya adalah "shadhi mam" yang juga dapat berarti pengaruhilah daku. Seorang Guru kebatinan tidak saja mengajari muridnya dengan ajaran secara verbal maupun tertulis tetapi juga akan menimbulkan suatu "shakti atau "energi" di dalam diri seorang murid. Dalam pengembaraan kita dari setitik atom sampai ke Atman (Inti-Jiwa kita), kita semua memerlukan sebuah jembatan, dan jembatan ini adalah seorang Guru yang sejati. Carilah dia dan berlindunglah di dalamnya, niscaya kau akan berhasil melalui jembatan ini ke tujuanmu. Tetapi ingat seorang guru bukan untuk berbantah-bantah, seorang guru adalah penuntunmu, dan engkau harus tulus jiwa- dan ragamu dalam pengabdianmu kepadanya, dan barulah jalan akan terbuka, bukan dengan berdebat kepadanya.

Read more...

Saturday, November 12, 2011

Bab 01 : Gundahnya Sang Arjuna

Bermulalah di sini Gita suci yang dituturkan dari Yang Maha Suci Kreshna. Berkatalah Dhristarashtra :
1. Di dataran nan suci ini (dharmakshetra), tanah kebenaran, tanahnya para Kuru, berkumpullah putra-putraku beserta laskar-laskar mereka, dan juga putra-putra Sang Pandu (Ayahanda Pandawa) bersiap-siap untuk suatu yudha. Apa saja yang sedang mereka lakukan beritakanlah kepadaku, wahai Sanjaya.
(Keterangan) Kurukshetra disebut juga dharmakshetra, terletak di Hastinapura di utara kota New Delhi yang modern dewasa ini. Tempat ini di masa yang silam dianggap suci karena sering dipergunakan oleh para resi, kshatrya untuk bertapa, bahkan kabarnya juga oleh para dewa-dewa. Salah satu kata pertama yang disebut di sloka pembukaan Bhagavat Gita di atas ini adalah kata dharma, inilah inti sebenarnya yang harus diresapkan oleh sidang pembaca. karena inilah salah satu pesan sesungguhnya Bhagavat Gita. "Bangunlah jiwa dan ragamu dengan dan untuk dharma." Kata dharma berasal dari kata "Dhru" yang berarti "pegang." Dharma adalah kekuatan yang memegang hidup ini, dharma tidak terdapat dalam ucapan-ucapan manis. tetapi adalah kesaktian di dalam jiwa kita yang merupakan inti dari kehidupan kita.

Read more...

Widhi Tatwa

Sang Suyasa:
Memang dari tadi, empuku telah sebut-sebut nama Sang Hyang Widhi. Berkenankah Guru menerangkannya siapa Sang Hyang Widhi itu?

Rsi Dharmakerti:
Ya, anaknda, Sang Hyang Widhi ialah Ia Yang Maha Kuasa sebagai Pencipta, Pemelihara, Pelebur segala yang ada di alam semesta ini. Sang Hyang Widhi adalah Maha Esa. Sebagai dikatakan dalam pustaka suci Weda:

“EKAM EVA ADWITYAM BRAHMAN”

yang artinya “Hanya satu (Ekam eva) tidak ada duanya (Adwityam) Hyang Widhi (Brahman) itu”

“EKO NARAYANAD NA DWITYO’STI KASCIT”

artinya “Hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya”. Dalam lontar Sutasoma juga disebut “Bhineka Tunggal Ika, tan hana Dharma mangrwa”, yang artinya, “Berbeda-beda tetapi satu, tidak ada dharma yang dua”. Juga dikatakan


“EKAM SAT WIPRAH BAHUDA WADANTI”, artinya “Hanya satu (Ekam) Sang Hyang Widhi (Sat), namun orang bijaksana (viprah) menyebutkan (wadanti) dengan banyak nama (bahuda)

Tentu anaknda heran, mengapai sampai disebut dengan banyak nama. Itu adalah karena sifat-sifat Sang Hyang widhi yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Pengasih dan tiada terbatas sedangkan kekuatan manusia untuk menggambarkan Sang Hyang Widhi sangat terbatas adanya. Maha Rsi-Maha Rsi kita hanya mampu memberi sebutan dengan banyak nama menurut fungsiya. Dan yang paling utama ialah TRI SAKTI, yaitu: Brahma, Wisnu, Siwa

Read more...

Atma Tattwa

Sang Suyasa:
Gurunda, setelah menengar segala uraian tadi, ijinkanlah hamba menyatakan kehausan hamba yang sangat. Betul-betul hamba masih hasu dengan ajaran agama kita yang demikian luas dan mendalamnya yang selama ini belum pernah hamba dengar. Betapa tidak tertunduk hati kita mendengarkan bagaimana para leluhur kita mengetahui evolusinya alam semesta mulai dari unsur atom yang terkecil (pramana anu) dari srsti-pralaya ke srsti-pralaya dari penciptaan ke penciptaan dari kiamat ke kiamat. Dan dengan cinta kasihnya Sang Hyang Widhi melaksanakan proses ini berdasarkan pengorbanan suci atau yadnya.

Terima kasih, Gurunda atas penjelasan-penjelasan itu. Dan ini menyebabkan hamba ingin lebih mengetahui apa-apa yang terpendam di dalam agama kita. Gurunda, jika tadi telah jelas perihal Widhi Tatwa, bolehkah hamba menanyakan sekarang perihal Atma Tatwa sebagai Sradha kedua dari Panca Sradha?

Rsi Dharmakerti:
Memang tepat apa yang anaknda tanyakan itu. Setelah Widhi Tatwa sekarang Guru hendak terangkan perihal Atma Tatwa. Nah, dengarkanlah!

Atma adalah merupakan percikan-percikan kecil dari Parama Atma yaitu Sang Hyang Widhi Wasa yang berada di dalam mahluk hidup. Atman di dalam badan manusia disebut Jiwatman yaitu yang menghidupkan manusia. Atma dengan badan ini adalah sebagai kusir dengan kereta. Kusir adalah atman yang mengemudikan dan kereta adalah badan. Demikian atma itu menghidupkan sarwa prani (mahluk) di alam semesta ini. Indria tak dapat bekerja bila tak ada Atman. Misalnya telinga tak dapat menedngar, bila tak ada Atmanya, mata tak dapat melihat bila tak ada Atmanya, kulit tak dapat merasakan bila tak ada Atmanya dan seterusnya. Jadi kiranya sudah jelas bahwa Atman itu berasal dari Sang Hyang Widhi sebagai Sang Matahari dengan sianr-sinarnya. Sang Hyang Widhi sebagai matahari dan atma-atma sebagai sinar-sinarnya yang terpencar memasuki dalam hidupnya semua mhluk. Atau dapat diumpamakan Widhi atau Brahman itu sebagai sumber tenaga listrik yang dapat menghidupkan setiap bola lampu besar atau kecil di manapun ia berada. Dalam hal ini bola lampu dapat diumpamakan sebagai tubuh setiap mahluk dan aliran listriknya adalah atman. Jika bola lampunya rusak, lampu tidak akan menyala (mati) walaupun aliran listriknya masih tetap.

Read more...

Punarbhawa/Samsara

Sang Suyasa:
Kiranya sudah jelas bagi hamba perihal Hukum Karma Phala itu apalagi setelah Gurunda jelaskan bagaimana dinamisnya Hukum Karma Phala itu yang merupakan cambuk bagi kita manusia untuk selalu berbuat baik. Bagaimanakah Gurunda ajaran Punarbhawa sebagai Sradha ke empat dari Panca Sradha?

Rsi Dharmakerti:
Baiklah, Guru akan terangkan perihal Punarbhawa atau Samsara itu. Kata Punarbhawa terdiri dari dua kata Sansekerta yaitu Punar (lagi) dan Bhawa (menjelma). Jadi Punarbhawa ialah “kelahiran yang berulang-ulang” yang disebut juga Penitisan atau Samsara. Dalam Pustaka Suci Weda tersebut “Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang (samsriti) di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut Samsara”. Kelahiran yang berulang-ulang di dunia ini membawa akibat suka duka. Punarbhawa atau Samsara ini terjadi oleh karena jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan dan kematian akan diikuti oleh kelahiran”.

Di dalam Bhagavad Gita, Sang Krsna mengatakan “Wahai Arjuna, kamu dan aku telah lahir berulang-ulang sebelum ini, hanya aku yang tahu sedangkan kamu idak; kelahiran sudah tentu akan diikuti oleh kematian dan kematian akan diikuti oleh kelahiran”.

Read more...

Moksa

Sang Suyasa:
Gurunda dengan penjelasan di atas, hati hamba bertambah terang dan gembira mendengarkannya, karena ternyata agama kita meliputi seluruh bidang kehidupan.

Rsi Dharmakerti:
Guru gembira akan pendapat anaknda itu karena dengan ini nyata anaknda mempunyai minat. Tetapi yang perlu ialah pelaksanaannya yang mantap untuk kesejahteraan umat, untuk jagadhita.

Ingatlah ucapan Weda ini:
Moksartham jagadhitaya ca iti dharmah
bahwa tujuan agama (dharma) kita adalah untuk mencapai moksa (moksa artham) dan kesejahteraan umat manusia (jagadhita).

Moksa berarti kebebasan dari ikatan keduniawian, bebas dari karmaphala, bebas dari Samsara, Moksa akan tercapai bukan saja setelah manusia mengakhiri hidupnya di dunia ini, tetapi di dalam dunia inipun moksa itu dapat dicapai. Hanya dicapainya ialah bila sudah bebas dari ikatan-ikatan keduniawian. Keadaan ini disebut jiwan-mukti atau moksa semasih hidup, sebagai halnya Prabhu Janaka dan lain-lain Maharsi, yang telah bekerja tanpa pamrih memberi kesejahteraan pada dunia. Caranya ialah dengan jalan berbakti kepada Dharma dalam arti yang seluas-luasnya untuk mendapatkan waranugraha Sang Hyang Widhi misalnya dengan melakukan Catur Yoga dengan teguh.

Read more...

Friday, November 11, 2011

Pustaka suci

Sang Suyasa:
Sungguh sangat berbahagia hamba dapat mendengarkan perihal kehidupan para rsi-rsi, orang suci kita yang hidupnya selalu membawa kesucian dan kedamaian di hati umat manusia.

Tetapi Gurunda, hamba ingin mengetahui juga sedikit-sedikit mengenai pustaka suci kita. Mohon diberi uraian perihal ini.

Rsi Dharmakerti:
Setelah kita berbicara mengenai orang-orang suci sudah wajar jika sekarang kita berbicara perihal pustaka-pustaka suci. Dengarkanlah baik-baik anakku.

Ketahuilah bahwa pustaka suci Agama Hindu itu ialah Weda, yaitu pengetahuan suci maha sempurna kekal abadi mengenai Sang Hyang Widhi serta perintah-perintahnya. Istilah Weda berasal dari kata Sansekerta “Wid” yang berarti Ilmu Pengetahuan Suci.

Jadi Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang berasal dari Sang Hyang Widhi yang didengarkan oleh Maharsi-Maharsi dalam keadaan semadi. Oleh karena itu juga disebut Sruti yang berari Sabda Suci yang didengarkan. Kata Sruti berasal dari kata Sanskerta “Sru” yang berarti “mendengar”. Pustaka suci Sruti terbagi dalam 4 bagian sehingga disebut Catur Weda, yaitu:

a. Rig Weda
b. Yajur Weda
c. Sama Weda
d. Atharwa Weda

Read more...

Hari suci

Rsi Dharmakerti:
Anakku, sudah payahkah anakku mendengarkan uraian-uraian guru?

Sang Suyasa:
Oh, tidak Gurunda, bukan payah tetapi makin tertarik hamba mendengarkannya karena betul-betul merupakan penerangan baru bagi diri hamba. Malah hamba takut Gurunda sendiri yang telah merasa payah atau jemu memberikan uraian.

Rsi Dharmakerti:

Ketahuilah anakku, bahwa kenikmatan hidup seorang Guru ialah pada waktu memberi pelajaran perihal kebenaran. Sebagai halnya kenikmatan seorang Perwira pada waktu berperang demi kebenaran. Walaupun Guru sudah tua, tetapi malah merasa bertambah muda dapat berbicara dengan seorang yang tekun seperti anakku ini. Baiklah akan Guru teruskan sekarang perihal hari-hari suci.

Hari suci yang dirayakan oleh umat beragama Hindu yang penting ialah Nyepi (Tahun Baru), Siwaratri, Saraswati, Pagerwesi, Galungan, Kuningan. Di antara hari-hari suci hari raya Nyepi, Siwaratri dan Saraswati dirayakan di seluruh dunia di mana saja umat Hindu berada.

Read more...

Upadesa

Percakapan Rsi Dharmakerti dengan Sang Suyasa

Maka tersebutlah seorang Guru suci yang bernama Rsi Dharmakerti, tinggal dalam asrama Jagadhita yang telah terkenal pengetahuan dan laksananya dalam kebenaran yang tinggi yaitu pengetahuan suci dari Weda-Weda.

Pada suatu hari datanglah sang Suyasa, seorang sisya berkunjung untuk mendapatkan pengetahuan suci dan terjadilah percakapan antara Guru dengan Sisyanya. Sang Sisya dengan sikap yang amat tertib yaitu menundukkan kepala, dengan dua tangan tercakup di dada, mulai matur dengan panganjali “Om Swastiastu”. Sang Guru yang mendengar ucapan “Om Swastiastu” itu segera menjawab dengan “Om Shanti, Shanti, Shanti” dan mempersilahkan sang Suyasa duduk bersila dihadapannya. Setelah keduanya duduk dan Rsi Dharmakerti menanyakan kedatangannya, maka sang Suyasa mulai umatur dengan cakupan tangan tetap di dada.

Read more...

Agama Hindu

Rsi Dharmakerti:
Tidak ada salahnya orang bertanya anakku, apalagi bertujuan untuk meningkatkan jiwa dan nanti dapat diamalkan kepada masyarakat. Dan memang agama kita adalah buku terbuka, bagi siapa yang mau mengetahuinya. Baiklah anakku istilah kata agama itu sebenarnya berasal dari kata Sansekerta, a dan gam. A artinya tidak dan GAM artinya pergi. Jadi kata AGAMA berarti “tidak pergi”, “tetap ditempat”, “langgeng’ diwariskan secara turun temurun. Inilah arti istilah kata agama. Tetapi arti dalam jiwa kerohaniannya. Agama itu bagi kita ialah Dharma dan kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan manusia.

Agama adalah kepercayaan hidup pada ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi, yang kekal abadi. Dan anakku, Agama yang kita anut bernama Agama Hindu atau Hindu Dharma. Agama Hindu ini diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi yang diturunkan ke dunia dan pertama kalinya berkembang di sekitar sungai suci Sindu.

Tujuan agama Hindu ini adalah untuk mencapai kedamaian rohani dan kesejahteraan hidup jasmani. Di dalam pustaka suci Weda tersebut “MOKSARTHAM JAGADHITAYA CA ITI DHARMA” yang artinya dharma atau agama itu ialah untuk mencapai moksa (moksartham) dan mencapai kesejahteraan hidup (jagadhita). Moksa juga disebut “mukti” artinya mencapai kebebasan jiwatman atau kebahagiaan rohani yang langgeng.

Read more...

Visit Bali II

Om Swastiastu ,

Maret 2011, perasaan yang sangat sulit digambarkan saat saya menerima undangan Reuni SMA 7 Denpasar melalui Facebook. SMA 7 hanya saya kenal sepintas lalu , setelah selesai mengikuti penataran P4 dan beberapa minggu belajar di kelas I.6 sayapun harus pindah ke Surabaya. Pikiran dan hati bertanya , haruskah saya mengikuti acara Reuni ini ? siapa yang saya kenal atau kenalkah mereka siapa saya ?. Hari berganti, dan saya mulai mengenal kembali beberapa teman lama. Akhirnya tanggal 2 july 2011 tiba dan saya memberanikan diri untuk hadir. Tidak banyak teman yang saya kenal ..canggung dan enggan dapat terlihat jelas diwajah . Melihat canda tawa teman-teman dan mendengar pembicaraan yang mereka ucapkan , membuat saya kembali berfikir dan berandai - andai bila saja semasa SMA saya memilih untuk tetap tinggal di Bali  semuanya akan berbeda.

Read more...

Karma Phala

Sang Suyasa:
Maaf gurunda, Mohon diperlambat sedikit. Hamba menjadi bingung mendengarkan istilah-istilah Punarbhawa, Karmaphala, Moksa dan lain sebagainya. Mohon diperjelas, apa yang Gurunda maksudkan dengan istilah-istilah itu semua.

Rsi Dharmakerti:
Baiklah, Gurunda akan perinci. Karmaphala terdiri dari dua kata yaitu: “Karma” dan “Phala”. Inipun kata-kata Sanskerta. “Karma” artinya “perbuatan” dan “phala” artinya “buah” (hasil atau pahala).

Jadi “karmaphala” artinya hasil dari perbuatan seseorang. Kita percaya bahwa perbuatan yang baik (subhakarma) membawa hasil yang baik dan perbuatan yang buruk (asubhakarma) membawa hasil yang buruk. Jadi, seseorang yang berbuat baik pasti baik akan diterimanya demikian juga sebaliknya yang berbuat buruk, buruk pulalah yang akan diterimanya. Dan bahkan karmaphala ini dapat memberikan keyakinan kepada kita untuk mengarahkan segala tindak laku kita selalu berdasarkan etiket dan cara yang baik mencapai cita-cita yang baik dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.

Read more...

Tempat suci

Sang Suyasa:
Sudah banyak yang Gurunda uraikan tentang hal-hal yang suci. Orang-orang suci atau Rsi-Rsi kita, sudah. Pustaka suci dan Hari Suci juga sudah. Adakah lagi yang patut hamba ketahui yang ada hubungannya dengan ketiga hal tadi?

Rsi Dharmakerti:
Memang ada anaknda, suatu hal yang tak boleh dilupakan dan merupakan tempat kita menghaturkan bakti yaitu: TEMPAT SUCI.

Read more...

Cara bersembahyang

Sang Suyasa:
Gurunda, di dalam uraian mengenai upacara tadi Guru sering menyatakan perlu dilakukan persembahyangan. Mohon diberi penjelasan perihal sembahyang itu

Rsi Dharmakerti:
  1. Baiklah anakku. Ketahuilah bahwa ada tiga macam cara-cara sembahyang (muspa), yaitu:Muspa bersama dengan diantar puja Sang Sulinggih.
  2. Muspa bersama yang tidak diantar puja Sulinggih.
  3. Muspa yang dilakukan oleh perseorangan


Dalam hal muspa inipun ada ketentuan-ketentuan yaitu:
Untuk membangkitkan dan menjamin suasana kesucian, maka sebelum muspa hendaknya:
  1. Mandi dengan air bersih, kalau dapat dengan air wangi (kumkuman)
  2. Pakaian bersih yang khusus untuk muspa dengan paling sedikit kampuh atau selendang, secarik kain putih kuning
  3. Tempat dan alat persembahyangan yang bersih dan suci
  4. Waktu menuju ke tempat muspa pikiran sudah diarahkan ke hal-hal yang suci dengan lagu-lagu keagamaan (kidung).
  5. Duduk dengan rapi yaitu (pria dengan cara bersila dan wanita dengan bersimpuh)
  6. Melakukan “achamana” yaitu membersihkan tangan dan mulut dengan air atau bunga.
  7. Mempersiapkan dupa, kembang dan kembang berisi sesari untuk dana punia yaitu kewangen.

Read more...

Tri Sandhya

Sang Suyasa:
Sungguh berbahagia rasa hati hamba dapat mengetahui dengan jelas tatacara muspa itu, Gurunda. Tadi Gurunda menyebutkan Trisandhya, jika hamba tidak salah. Apakah itu Gurunda? Mohon diberi penjelasan.

Rsi Dharmakerti:
Memang anakku, tadi Guru menyebutkan Trisandhya dalam rangka persembahyangan juga Trisandhya artinya menghubungkan diri (bayu, sabda, idep atau tenaga, ucapan dan pikiran atau kayika, wacika, manacika) dengan Hyang Widhi yang dilakukan tiga kali sehari atau sekali sehari yaitu waktu pagi, siang dan sore. Kata tri artinya tiga, dan sandhya artinya perhubungan atau penyatuan.

Read more...

Awatara

Jadi Awatara itu adalah perwujudan Sang Hyang Widhi ke dunia dengan mengambil suatu bentuk yang dengan perbuatan atau ajaran sucinya, memberi tuntunan untuk membebaskan manusia dari kesengsaraan yang diakibatkan oleh kegelapan awidya. Di dalam Bhagavad Gita (II, 7) disebut “Kapan saja Dharma (kebenaran) mulai runtuh dan Adharma (kejahatan) mulai merajalela, Aku menjelma kembali ke dunia untuk menegakkan Dharma (kebenaran)”.

Read more...

Om Swastiastu

Setelah sang Suyasa memperbaiki cara duduknya. Rsi Dharmakertipun mulailah:
“Anakku, tadi anakku mengucapkan panganjali: “Om Swastyastu”. Tahukah anaknda apa artinya? 
Jika belum, dengarlah! OM adalah aksara suci untuk Sang Hyang Widhi.
Nanti akan Guru terangkan lebih lanjut.
Kata Swastyastu terdiri dari kata-kata Sansekerta: SU + ASTI + ASTU, Su artinya baik, Asti artinya adalah, Astu artinya mudah-mudahan.
Jadi arti keseluruhan OM SWASTYASTU ialah “Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi”. 
Kata Swastyastu ini berhubungan erat dengan simbol suci Agama kita yaitu SWASTIKA yang merupakan dasar kekuatan dan kesejahteraan Buana Agung (Makrokosmos) dan Buana Alit (Mikrokosmos).

Read more...

Panca Sradha

Panca Sradha is the basic belief of Hindus that always animates every day-to-day behavior as religious people. Life without faith is like walking with eyes closed and leads to a life of uncertainty and without a definite goal.  
Human behavior that is animated by a sincere conviction typically emit soothing vibrations in its environment, therefore it is a belief that is needed.



Panca Sradha are five basic beliefs that must be believed by every Hindus.
  1. Believe in the presence of Sang Hyang Widhi / God Almighty
  2. Believe in the presence of Atman
  3. Believe in the presence of Karma Phala
  4. Believe in the presence of Reincarnation
  5. Believe in the presence of Moksa
The component of Panca Sradha is a unified whole and can not be separated from each other. If Panca Sradha is already believed to be intact by a man posing as Hindus, that man is a real Hindus with no doubt.

Read more...

Balinese Calendar

BALI : ISLAND OF GOD

Gayatri

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP