we are people of Bali love peace for all kinds: Upadesa
Showing posts with label Upadesa. Show all posts
Showing posts with label Upadesa. Show all posts

Monday, November 14, 2011

Susila

Sang Suyasa:
Gurunda, hamba sering mendengar kata-kata Tat Twam Asi. Apakah yang dimaksudkan?

Rsi Dharmakerti:
Tat Twam Asi adalah kata-kata dalam filsafat Hindu yang mengajarkan kesosialan yang tanpa batas karena diketahui bahwa “ia adalah kamu”, saya adalah kamu dan segala mahluk adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial ini juga diresapi oleh sinar-sinar tuntungan kesucian Tuhan dan tidak oleh jiwa kebendaan.

Tat artinya Itu (Ia), Twam artinya Kamu dan Asi artinya Adalah. Disamping merupakan jiwa kesosialan, filsafat hidup Tat Twam Asi ini merupakan juga dasar dari susila Hindu.

Susila adalah tingkah laku yang baik dan mulia yang selaras dengan ketentuan-ketentuan Dharma dan Yadnya.

Yang Guru maksudkan dengan Dharma dalam susila ini ialah perhubungan yang selaras dan rukun antara sesama manusia dengan semesta alam. Hubungan yang harmonis yang berlandaskan yadnya yaitu kurban suci yang berlandaskan keikhlasan dan kasih sayang.

Anakku, di dalam Pustaka Suci Weda disebutkan bahwa dunia ini diciptakan Sang Hyang Widhi dan dipelihara dengan pengorbanan suci. Berarti Sang Hyang Widhi berdasar cinta kasihnya mengorbankan diriNya untuk menciptakan alam semesta ini. Sang Hyang Widhi tidak tinggal di luar tetapi berada di dalam alam semesta itu sendiri. Dalam hal ini

Sang Hyang Widhi disebut Sang Hyang Jagatkarana atau Sang Hyang Jagatnatha. Dan sesudah Sang Hyang widhi menciptakan alam berdasar Yadnya ini barulah beliau menyampaikan Weda dengan perantaraan wahyu yang didengar oleh Bhagawan Wyasa. Yadnya pada dasarnya pemberian dengan tulus ikhlas.

Dalam Bhagawad Gita, Sri Kresna menceritakan bagaimana Prajapati setelah menciptakan mahluk ini dengan Yadnya mencapai tujuannya yang dapat memberikan kebahagiaan (kamadhug). Yadnya juga dapat membantu hubungan antara manusia dengan Sang Hyang Widhi dengan Dewa-Dewa dan Pitara-Pitara untuk saling membahagiakan. Dalam Bhagawad Gita dikatakan bahwa mendahulukan untuk kepentingan Yadnya dan barulah kemudian menikmati sisanya (Yadnya sesa) adalah jalan untuk memperoleh waranugraha dari Sang Hyang Widhi.

Berdosalah ia yang makan sendiri tanpa menghiraukan keperluan Yadnya.

Read more...

Saturday, November 12, 2011

Widhi Tatwa

Sang Suyasa:
Memang dari tadi, empuku telah sebut-sebut nama Sang Hyang Widhi. Berkenankah Guru menerangkannya siapa Sang Hyang Widhi itu?

Rsi Dharmakerti:
Ya, anaknda, Sang Hyang Widhi ialah Ia Yang Maha Kuasa sebagai Pencipta, Pemelihara, Pelebur segala yang ada di alam semesta ini. Sang Hyang Widhi adalah Maha Esa. Sebagai dikatakan dalam pustaka suci Weda:

“EKAM EVA ADWITYAM BRAHMAN”

yang artinya “Hanya satu (Ekam eva) tidak ada duanya (Adwityam) Hyang Widhi (Brahman) itu”

“EKO NARAYANAD NA DWITYO’STI KASCIT”

artinya “Hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya”. Dalam lontar Sutasoma juga disebut “Bhineka Tunggal Ika, tan hana Dharma mangrwa”, yang artinya, “Berbeda-beda tetapi satu, tidak ada dharma yang dua”. Juga dikatakan


“EKAM SAT WIPRAH BAHUDA WADANTI”, artinya “Hanya satu (Ekam) Sang Hyang Widhi (Sat), namun orang bijaksana (viprah) menyebutkan (wadanti) dengan banyak nama (bahuda)

Tentu anaknda heran, mengapai sampai disebut dengan banyak nama. Itu adalah karena sifat-sifat Sang Hyang widhi yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Pengasih dan tiada terbatas sedangkan kekuatan manusia untuk menggambarkan Sang Hyang Widhi sangat terbatas adanya. Maha Rsi-Maha Rsi kita hanya mampu memberi sebutan dengan banyak nama menurut fungsiya. Dan yang paling utama ialah TRI SAKTI, yaitu: Brahma, Wisnu, Siwa

Read more...

Atma Tattwa

Sang Suyasa:
Gurunda, setelah menengar segala uraian tadi, ijinkanlah hamba menyatakan kehausan hamba yang sangat. Betul-betul hamba masih hasu dengan ajaran agama kita yang demikian luas dan mendalamnya yang selama ini belum pernah hamba dengar. Betapa tidak tertunduk hati kita mendengarkan bagaimana para leluhur kita mengetahui evolusinya alam semesta mulai dari unsur atom yang terkecil (pramana anu) dari srsti-pralaya ke srsti-pralaya dari penciptaan ke penciptaan dari kiamat ke kiamat. Dan dengan cinta kasihnya Sang Hyang Widhi melaksanakan proses ini berdasarkan pengorbanan suci atau yadnya.

Terima kasih, Gurunda atas penjelasan-penjelasan itu. Dan ini menyebabkan hamba ingin lebih mengetahui apa-apa yang terpendam di dalam agama kita. Gurunda, jika tadi telah jelas perihal Widhi Tatwa, bolehkah hamba menanyakan sekarang perihal Atma Tatwa sebagai Sradha kedua dari Panca Sradha?

Rsi Dharmakerti:
Memang tepat apa yang anaknda tanyakan itu. Setelah Widhi Tatwa sekarang Guru hendak terangkan perihal Atma Tatwa. Nah, dengarkanlah!

Atma adalah merupakan percikan-percikan kecil dari Parama Atma yaitu Sang Hyang Widhi Wasa yang berada di dalam mahluk hidup. Atman di dalam badan manusia disebut Jiwatman yaitu yang menghidupkan manusia. Atma dengan badan ini adalah sebagai kusir dengan kereta. Kusir adalah atman yang mengemudikan dan kereta adalah badan. Demikian atma itu menghidupkan sarwa prani (mahluk) di alam semesta ini. Indria tak dapat bekerja bila tak ada Atman. Misalnya telinga tak dapat menedngar, bila tak ada Atmanya, mata tak dapat melihat bila tak ada Atmanya, kulit tak dapat merasakan bila tak ada Atmanya dan seterusnya. Jadi kiranya sudah jelas bahwa Atman itu berasal dari Sang Hyang Widhi sebagai Sang Matahari dengan sianr-sinarnya. Sang Hyang Widhi sebagai matahari dan atma-atma sebagai sinar-sinarnya yang terpencar memasuki dalam hidupnya semua mhluk. Atau dapat diumpamakan Widhi atau Brahman itu sebagai sumber tenaga listrik yang dapat menghidupkan setiap bola lampu besar atau kecil di manapun ia berada. Dalam hal ini bola lampu dapat diumpamakan sebagai tubuh setiap mahluk dan aliran listriknya adalah atman. Jika bola lampunya rusak, lampu tidak akan menyala (mati) walaupun aliran listriknya masih tetap.

Read more...

Punarbhawa/Samsara

Sang Suyasa:
Kiranya sudah jelas bagi hamba perihal Hukum Karma Phala itu apalagi setelah Gurunda jelaskan bagaimana dinamisnya Hukum Karma Phala itu yang merupakan cambuk bagi kita manusia untuk selalu berbuat baik. Bagaimanakah Gurunda ajaran Punarbhawa sebagai Sradha ke empat dari Panca Sradha?

Rsi Dharmakerti:
Baiklah, Guru akan terangkan perihal Punarbhawa atau Samsara itu. Kata Punarbhawa terdiri dari dua kata Sansekerta yaitu Punar (lagi) dan Bhawa (menjelma). Jadi Punarbhawa ialah “kelahiran yang berulang-ulang” yang disebut juga Penitisan atau Samsara. Dalam Pustaka Suci Weda tersebut “Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang (samsriti) di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut Samsara”. Kelahiran yang berulang-ulang di dunia ini membawa akibat suka duka. Punarbhawa atau Samsara ini terjadi oleh karena jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan dan kematian akan diikuti oleh kelahiran”.

Di dalam Bhagavad Gita, Sang Krsna mengatakan “Wahai Arjuna, kamu dan aku telah lahir berulang-ulang sebelum ini, hanya aku yang tahu sedangkan kamu idak; kelahiran sudah tentu akan diikuti oleh kematian dan kematian akan diikuti oleh kelahiran”.

Read more...

Moksa

Sang Suyasa:
Gurunda dengan penjelasan di atas, hati hamba bertambah terang dan gembira mendengarkannya, karena ternyata agama kita meliputi seluruh bidang kehidupan.

Rsi Dharmakerti:
Guru gembira akan pendapat anaknda itu karena dengan ini nyata anaknda mempunyai minat. Tetapi yang perlu ialah pelaksanaannya yang mantap untuk kesejahteraan umat, untuk jagadhita.

Ingatlah ucapan Weda ini:
Moksartham jagadhitaya ca iti dharmah
bahwa tujuan agama (dharma) kita adalah untuk mencapai moksa (moksa artham) dan kesejahteraan umat manusia (jagadhita).

Moksa berarti kebebasan dari ikatan keduniawian, bebas dari karmaphala, bebas dari Samsara, Moksa akan tercapai bukan saja setelah manusia mengakhiri hidupnya di dunia ini, tetapi di dalam dunia inipun moksa itu dapat dicapai. Hanya dicapainya ialah bila sudah bebas dari ikatan-ikatan keduniawian. Keadaan ini disebut jiwan-mukti atau moksa semasih hidup, sebagai halnya Prabhu Janaka dan lain-lain Maharsi, yang telah bekerja tanpa pamrih memberi kesejahteraan pada dunia. Caranya ialah dengan jalan berbakti kepada Dharma dalam arti yang seluas-luasnya untuk mendapatkan waranugraha Sang Hyang Widhi misalnya dengan melakukan Catur Yoga dengan teguh.

Read more...

Friday, November 11, 2011

Pustaka suci

Sang Suyasa:
Sungguh sangat berbahagia hamba dapat mendengarkan perihal kehidupan para rsi-rsi, orang suci kita yang hidupnya selalu membawa kesucian dan kedamaian di hati umat manusia.

Tetapi Gurunda, hamba ingin mengetahui juga sedikit-sedikit mengenai pustaka suci kita. Mohon diberi uraian perihal ini.

Rsi Dharmakerti:
Setelah kita berbicara mengenai orang-orang suci sudah wajar jika sekarang kita berbicara perihal pustaka-pustaka suci. Dengarkanlah baik-baik anakku.

Ketahuilah bahwa pustaka suci Agama Hindu itu ialah Weda, yaitu pengetahuan suci maha sempurna kekal abadi mengenai Sang Hyang Widhi serta perintah-perintahnya. Istilah Weda berasal dari kata Sansekerta “Wid” yang berarti Ilmu Pengetahuan Suci.

Jadi Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang berasal dari Sang Hyang Widhi yang didengarkan oleh Maharsi-Maharsi dalam keadaan semadi. Oleh karena itu juga disebut Sruti yang berari Sabda Suci yang didengarkan. Kata Sruti berasal dari kata Sanskerta “Sru” yang berarti “mendengar”. Pustaka suci Sruti terbagi dalam 4 bagian sehingga disebut Catur Weda, yaitu:

a. Rig Weda
b. Yajur Weda
c. Sama Weda
d. Atharwa Weda

Read more...

Hari suci

Rsi Dharmakerti:
Anakku, sudah payahkah anakku mendengarkan uraian-uraian guru?

Sang Suyasa:
Oh, tidak Gurunda, bukan payah tetapi makin tertarik hamba mendengarkannya karena betul-betul merupakan penerangan baru bagi diri hamba. Malah hamba takut Gurunda sendiri yang telah merasa payah atau jemu memberikan uraian.

Rsi Dharmakerti:

Ketahuilah anakku, bahwa kenikmatan hidup seorang Guru ialah pada waktu memberi pelajaran perihal kebenaran. Sebagai halnya kenikmatan seorang Perwira pada waktu berperang demi kebenaran. Walaupun Guru sudah tua, tetapi malah merasa bertambah muda dapat berbicara dengan seorang yang tekun seperti anakku ini. Baiklah akan Guru teruskan sekarang perihal hari-hari suci.

Hari suci yang dirayakan oleh umat beragama Hindu yang penting ialah Nyepi (Tahun Baru), Siwaratri, Saraswati, Pagerwesi, Galungan, Kuningan. Di antara hari-hari suci hari raya Nyepi, Siwaratri dan Saraswati dirayakan di seluruh dunia di mana saja umat Hindu berada.

Read more...

Upadesa

Percakapan Rsi Dharmakerti dengan Sang Suyasa

Maka tersebutlah seorang Guru suci yang bernama Rsi Dharmakerti, tinggal dalam asrama Jagadhita yang telah terkenal pengetahuan dan laksananya dalam kebenaran yang tinggi yaitu pengetahuan suci dari Weda-Weda.

Pada suatu hari datanglah sang Suyasa, seorang sisya berkunjung untuk mendapatkan pengetahuan suci dan terjadilah percakapan antara Guru dengan Sisyanya. Sang Sisya dengan sikap yang amat tertib yaitu menundukkan kepala, dengan dua tangan tercakup di dada, mulai matur dengan panganjali “Om Swastiastu”. Sang Guru yang mendengar ucapan “Om Swastiastu” itu segera menjawab dengan “Om Shanti, Shanti, Shanti” dan mempersilahkan sang Suyasa duduk bersila dihadapannya. Setelah keduanya duduk dan Rsi Dharmakerti menanyakan kedatangannya, maka sang Suyasa mulai umatur dengan cakupan tangan tetap di dada.

Read more...

Agama Hindu

Rsi Dharmakerti:
Tidak ada salahnya orang bertanya anakku, apalagi bertujuan untuk meningkatkan jiwa dan nanti dapat diamalkan kepada masyarakat. Dan memang agama kita adalah buku terbuka, bagi siapa yang mau mengetahuinya. Baiklah anakku istilah kata agama itu sebenarnya berasal dari kata Sansekerta, a dan gam. A artinya tidak dan GAM artinya pergi. Jadi kata AGAMA berarti “tidak pergi”, “tetap ditempat”, “langgeng’ diwariskan secara turun temurun. Inilah arti istilah kata agama. Tetapi arti dalam jiwa kerohaniannya. Agama itu bagi kita ialah Dharma dan kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan manusia.

Agama adalah kepercayaan hidup pada ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi, yang kekal abadi. Dan anakku, Agama yang kita anut bernama Agama Hindu atau Hindu Dharma. Agama Hindu ini diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi yang diturunkan ke dunia dan pertama kalinya berkembang di sekitar sungai suci Sindu.

Tujuan agama Hindu ini adalah untuk mencapai kedamaian rohani dan kesejahteraan hidup jasmani. Di dalam pustaka suci Weda tersebut “MOKSARTHAM JAGADHITAYA CA ITI DHARMA” yang artinya dharma atau agama itu ialah untuk mencapai moksa (moksartham) dan mencapai kesejahteraan hidup (jagadhita). Moksa juga disebut “mukti” artinya mencapai kebebasan jiwatman atau kebahagiaan rohani yang langgeng.

Read more...

Tempat suci

Sang Suyasa:
Sudah banyak yang Gurunda uraikan tentang hal-hal yang suci. Orang-orang suci atau Rsi-Rsi kita, sudah. Pustaka suci dan Hari Suci juga sudah. Adakah lagi yang patut hamba ketahui yang ada hubungannya dengan ketiga hal tadi?

Rsi Dharmakerti:
Memang ada anaknda, suatu hal yang tak boleh dilupakan dan merupakan tempat kita menghaturkan bakti yaitu: TEMPAT SUCI.

Read more...

Cara bersembahyang

Sang Suyasa:
Gurunda, di dalam uraian mengenai upacara tadi Guru sering menyatakan perlu dilakukan persembahyangan. Mohon diberi penjelasan perihal sembahyang itu

Rsi Dharmakerti:
  1. Baiklah anakku. Ketahuilah bahwa ada tiga macam cara-cara sembahyang (muspa), yaitu:Muspa bersama dengan diantar puja Sang Sulinggih.
  2. Muspa bersama yang tidak diantar puja Sulinggih.
  3. Muspa yang dilakukan oleh perseorangan


Dalam hal muspa inipun ada ketentuan-ketentuan yaitu:
Untuk membangkitkan dan menjamin suasana kesucian, maka sebelum muspa hendaknya:
  1. Mandi dengan air bersih, kalau dapat dengan air wangi (kumkuman)
  2. Pakaian bersih yang khusus untuk muspa dengan paling sedikit kampuh atau selendang, secarik kain putih kuning
  3. Tempat dan alat persembahyangan yang bersih dan suci
  4. Waktu menuju ke tempat muspa pikiran sudah diarahkan ke hal-hal yang suci dengan lagu-lagu keagamaan (kidung).
  5. Duduk dengan rapi yaitu (pria dengan cara bersila dan wanita dengan bersimpuh)
  6. Melakukan “achamana” yaitu membersihkan tangan dan mulut dengan air atau bunga.
  7. Mempersiapkan dupa, kembang dan kembang berisi sesari untuk dana punia yaitu kewangen.

Read more...

Tri Sandhya

Sang Suyasa:
Sungguh berbahagia rasa hati hamba dapat mengetahui dengan jelas tatacara muspa itu, Gurunda. Tadi Gurunda menyebutkan Trisandhya, jika hamba tidak salah. Apakah itu Gurunda? Mohon diberi penjelasan.

Rsi Dharmakerti:
Memang anakku, tadi Guru menyebutkan Trisandhya dalam rangka persembahyangan juga Trisandhya artinya menghubungkan diri (bayu, sabda, idep atau tenaga, ucapan dan pikiran atau kayika, wacika, manacika) dengan Hyang Widhi yang dilakukan tiga kali sehari atau sekali sehari yaitu waktu pagi, siang dan sore. Kata tri artinya tiga, dan sandhya artinya perhubungan atau penyatuan.

Read more...

Awatara

Jadi Awatara itu adalah perwujudan Sang Hyang Widhi ke dunia dengan mengambil suatu bentuk yang dengan perbuatan atau ajaran sucinya, memberi tuntunan untuk membebaskan manusia dari kesengsaraan yang diakibatkan oleh kegelapan awidya. Di dalam Bhagavad Gita (II, 7) disebut “Kapan saja Dharma (kebenaran) mulai runtuh dan Adharma (kejahatan) mulai merajalela, Aku menjelma kembali ke dunia untuk menegakkan Dharma (kebenaran)”.

Read more...

Om Swastiastu

Setelah sang Suyasa memperbaiki cara duduknya. Rsi Dharmakertipun mulailah:
“Anakku, tadi anakku mengucapkan panganjali: “Om Swastyastu”. Tahukah anaknda apa artinya? 
Jika belum, dengarlah! OM adalah aksara suci untuk Sang Hyang Widhi.
Nanti akan Guru terangkan lebih lanjut.
Kata Swastyastu terdiri dari kata-kata Sansekerta: SU + ASTI + ASTU, Su artinya baik, Asti artinya adalah, Astu artinya mudah-mudahan.
Jadi arti keseluruhan OM SWASTYASTU ialah “Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi”. 
Kata Swastyastu ini berhubungan erat dengan simbol suci Agama kita yaitu SWASTIKA yang merupakan dasar kekuatan dan kesejahteraan Buana Agung (Makrokosmos) dan Buana Alit (Mikrokosmos).

Read more...

Balinese Calendar

BALI : ISLAND OF GOD

Gayatri

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP